Minggu, 14 Februari 2010

NASKAH PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGALAMAN PANCASILA (EKAPRASETIA PANCA KARSA)

NASKAH
PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGALAMAN
PANCASILA
(EKAPRASETIA PANCA KARSA)

I. PENDAHULUAN

Bahwa sesungguhnya atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa perjuangan rakyat Indonesia telah mengantarkan rakyat Indonesia kepada Negara Republik Indonesia yang merdeka, bersatu dan berdaulat berdasarkan Pancasila. Maka menjadi tugas dan tanggung jawab setiap warga negara Indonesia dan seluruh bangsa Indonesia untuk mengemban kelangsungan hidupnya.
Sesungguhnya sejarah telah mengungkapkan, bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik, didalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Bahwasanya Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar Negara seperti tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah di uji kebenaran, keampuhan dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia.
Menyadari bahwa untuk kelestarian keampuhan dan kesaktian Pancasila itu, perlu diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamalan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggaraan Negara serta setiaplembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah.
Dengan penghayatan dan pengamalan Pancasila oleh manusia Indonesia akan terasa dan terwujudlah Pancasila dalam kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia.
Untuk memungkinkan dan memudahkan pelaksanakan penghayatan dan pengamalan Pancasila diperlukan suatu pedoman, yang dapat menjadi penuntun dan pegangan hidup bagi sikap dan tingkah laku setiap manusia Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat dan kehidupan bernegara.
Pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila itu dituangkan dalam rumusan yang sederhana dan jelas, yang mencerminkan suara hati nurani manusia Indonesia yang berjiwa Pancasila dan yang mampu secara terus- menerus menggelorakan semangat serta memberiakan keyakinan dan harapan akan hari depan yang lebih baik, sehingga Pedoman itu dapat mudah diserapi, dihayati, dan diamalkan.


II. PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGALAMAN PANCASILA (EKAPRASETIA PANCA KARSA)

Pancasila seperti tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kesatuan yang bulat dan utuh dari kelima sila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila yang bulat dan utuh itu memberi keyakinan kepada rakyat dan bangsa Indonesia bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai apabila didasarkan atas keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai pribadi dalam hubungan manusia dengan masyarakat, dalam hubungan manusia dengan alam, dalam hubungan bangsa dengan bengsa-bangsa lain, dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahirlah dan kebahagiaan rohaniah.
Dengan keyakinan akan kebenaran Pancasila, maka manusia di tempatkan pada keluhuran harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dengan kesadaran untuk mengemban kodratnya sebagai makhluk pribadi dan sekaligus makhluk sosial.
Dengan berpangkal tolak dari kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, makhluk pribadi dan sekaligus makhluk sosial, maka penghayatan dan pengamalan Pancasila akan ditentukan oleh kemauan dan kemampuan seseorang dalam mengendalikan diri dan kepentingannya agar dapat melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara dan warga masyarakat.
Untuk memenuhi kewajibannya sebagai warga negara dan warga masyarakat, manusia Indonesia dalam mengahayati dan mengamalkan Pancasila secara bulat dan utuh menggunakan pedoman sebagai berikut:

1. SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA

Dengan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan oleh karenanya manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Di dalam kehidupan masyarakat Indonesia dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerja sama antara pemeluk-pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga dapat selalu dibina kerukunan hidup diantara sesama umat beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Sadar bahwa agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa yang dipercayai dan diyakininya, maka dikembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai agama dan tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaannya itu kepada orang lain.

2. SILA KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB

Dengan Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, manusia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang sama derajatnya, yang sama hak dan kewajiban-kewajiban asasinya, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama dan kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit, dan sebagainya. Karena itu dikembangkanlah sikap saling mencintai sesama manusia, sikap tenggang rasa dan “tepa salira”, serta sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab berarti menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, gemar melakukan kegiatan-kegiatan kemanusiaan, dan berani membela kebenaran dan keadilan. Sadar bahwa manusia adalah sederajat, maka bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkanlah sikap homat-menghormati dan bekerja sama dengan bangsa-bangsa lain.

3. SILA PERSATUAN INDONESIA

Dengan Sila Persatuan Indonesia, manusia Indonesia menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi atau golongan.
Menempatkan kepentingan Negara dan bangsa diatas kepentingan pribadi, berarti bahwa manusia Indonesia sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan Negara dan bangsa, apabila diperlukan. Oleh karena sikap rela berkorban untuk kepentingan Negara dan bangsa itu dilandasi oleh rasa cinta kepada Tanah Air dan bangsanya, maka dikembangkanlah rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia, dalam rangka memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Persatuan dikembangkan atas dasar Bhinneka Tunggal Ika, dengan memajukan pergaulan demi kesatuan dan persatuan bangsa.

4. SILA KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN / PERWAKILAN

Dengan Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan, manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Dalam menggunakan hak-haknya ia menyadari perlunya selalu memperhatikan dan mengutamakan kepentingan negara dan kepentingan masyarakat.
Karena mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama, maka pada dasarnya tidak boleh ada suatu kehendak yang dipaksakan kepada pihak lain. Sebelum diambil keputusan yang menyangkut kepentingan bersama terlebih dahulu diadakan musyawarah. Keputusan diusahakan secara mufakat. Musyawarah untuk mencapai mufakat ini diliputi oleh semangat kekeluargaan, yang merupakan ciri khas bangsa Indonesia.
Manusia Indonesia menghormati dan menjunjung tinggi setiap hasil keputusan musyawarah, karena itu semua pihak yang bersangkutan harus menerimanya dan melaksanakannya dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab. Di sini kepentingan bersamalah yang diutamakan diatas kepentingan pribadi dan golongan. Pembicaraan dalam musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. Keputusan-keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan, mengutamakan persatuan dan kesatuan, demi kepentingan bersama.
Dalam melaksanakan permusyawaratan, kepercayaan diberikan kepada wakil-wakil yang dipercayainya.

5. SILA KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA

Dengan Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk mencipatakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dalam rangka ini dikembangkanlah perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
Untuk itu dikembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
Demikian pula perlu dipupuk sikap suka memberikan pertolongan kepada orang yang memerlukan agar dapat berdiri sendiri. Dengan sikap yang demikian ia tidak menggunakan hak miliknya untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain, juga tidak untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan hidup bergaya mewah serta perbuatan-perbuatan lain yang bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
Demikian juga dipupuk sikap suka bekerja keras dan sikap mengahargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama. Kesemuanya itu dilaksanakan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial.
Demikianlah dengan ini ditetapkan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila yang dinamakan Ekaprasetia Pancakarsa.
Ekaprasetia, karena Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila ini bertolak dari tekad yang tunggal, janji yang luhur, kepada diri sendiri bahwa sadar akan kodratnya sebagai makhluk pribadi dan sekaligus makhluk sosial, manusia Indonesia merasa harus mampu mengendalikan diri dan kepentingannya agar dapat melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara dan warga masyarakat.
Kesadaran akan kodratnya dan kemampuan mengendalikan diri dan kepentingannya itu merupakan modal serta mendorong tumbuhnya karsa pribadi untuk menghayati dan mengamalkan kelima Sila dari Pancasila, yang karenanya dinamakan Pancakarsa.

III. PENUTUP

Sadar sedalam-dalamnya bahwa Pancasila adalah pandangan hidup Bangsa dan dasar Negara Republik Indonesia serta merasakan bahwa Pancasila adalah sumber kejiwaan Masyarakat dan Negara Republik Indonesia, maka manusia Indonesia menjadikan pengamalan Pancasila sebagai perjuangan utama dalam kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan kenegaraan. Oleh karena itu pengamalannya harus dimulai dari setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara Negara yang secara meluas akan berkembang menjadi pengalaman Pancasila oleh setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik pusat maupun didaerah.
Dengan demikian Pancasila sebagai pandangan hidup Bangsa dan dasar Negara Republik Indonesia akan mempunyai arti nyata bagi manusia Indonesia dalam hubungannya dengan kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan.
Untuk itu perlu usaha yang sungguh-sungguh dan terus-menerus serta terpadu demi terlaksananya penghayatan dan pengamalan Pancasila.
Demikianlah manusia dan bangsa Indonesia menjamin kelestarian dan kelangsungan hidup Negara Republik Indonesia yang merdeka, bersatu dan berkedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila serta penuh gelora semangat membangun masyarakat Indonesia yang maju, sejahtera, adil dan makmur.
Semoga rahmat Tuhan Yang Maha Esa menyertai pelaksanaan Pedoman ini.




PENJELASAN ATAS BAB II ANGKA 1

PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGALAMAN PANCASILA
(KETETAPAN MPR No. : II/MPR/1978)


Dengan rumusan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa seperti tersebut pada bab II angka 1 berarti bahwa Negara memaksa agama atau suatu kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sebab agama dan kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa itu berdasarkan keyakinan, hingga tidak dapat dipaksakan dan memang agama dan kepercayaan terjadap Tuhan Yang Maha Esa itu sendiri tidak memaksa setiap manusia untuk memeluk dan menganutnya.
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Kebebasan agama adalah merupakan salah satu hak yang paling asasi manusia, karena kebebasan beragama itu langsung bersumber kepada martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Hak kebebasan beragama bukan pemberian Negara atau bukan pemberian golongan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar