Kamis, 09 Mei 2013

Masih Tetap Ingin Hidup




Al-Wallid bin Abdul Malik (Khalifah Bani Umayyah) masuk kemasjid melihat seorang laki-laki tua renta dengan punggungnya yang membungkuk.

Al-Waliid bertanya kepada kakek tua itu dengan nada bergurau, “Wahai Syekh, apakah anda tidak memilih wafat saja?”

Orang itu menjawab, “Tidak, wahai Amirul mukminin. Masa kepemudaanku dan segala kejahatannya telah berlalu, dan sekarang tiba masa ketuaan dengan segala kebaikannya. Sekarang ini, jika aku berdiri, aku mengucapkan tahmid kepada Allah, dan kalau aku duduk aku selalu berdzikir. Aku ingin kedua tingkah lakuku itu langgeng.”

Kakek tersebut mempunyai harapan ingin tetap hidup dimasa tuanya yang penuh dengan kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara bertahmid dan berdzikir. Kakek tersebut ingin menghabiskan masa tuanya dengan kebaikan yang tersisa, bukan keburukan semasa mudanya.


Keutamaan zikir tidak diragukan lagi banyaknya. Ia merupakan salah satu sarana penghubung antara hamba dengan Rabb-Nya. Selama hamba masih berzikir berarti ia mengingat Allah sehingga itu menjadi sarana yang mendekatkan dirinya kepada Allah. Jika demikian kondisinya, maka Allah akan mencintainya, mengampuni dosanya, dan memberikan pahala yang besar kepadanya. Salah satu macam zikir yang banyak disebutkan fadhilah dan keutamaannya adalah zikir yang berisi Tasbih dan tahmid. Maka selayaknya kita mengetahui macam-maca zikir ini, lalu menghafalkannya, dan menzikirkannya serta mengamalkan tuntutan-tuntutannya. Wallahu Ta'ala A'lam.

Sebagai orang beriman, kita diharapkan untuk meningkatkan kebaikan kita. Namun bukan kebaikan yang semu, melainkan kebaikan yang sejati. Artinya, orang beriman itu tidak bermain sandiwara dalam hidupnya. Orang beriman mesti menampilkan diri apa adanya. Dengan demikian, ia menemukan damai dan sukacita dalam hidup ini.

Akibat Kesombongan

Menurut Riwayat Muslim, Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.
Menurut Fathul Bari, Sombong adalah keadaan seseorang yang merasa bangga dengan dirinya sendiri. Memandang dirinya lebih besar dari pada orang lain. Sehingga kesimpulannya adalah sombong adalah suatu sikap dimana kita merasa lebih dari orang lain, sehingga kita menjadi merendahkan orang lain. Menganggap diri lebih baik, lebih cantik, lebih kaya, atau lebih pintar dari orang lain sehingga menjadi meremehkan orang lain.

Sifat sombong atau tinggi hati juga sering diidentikkan dengan sifat suka pamer, sulit menerima kelemahan diri, sulit menerima kelebihan orang lain, dan tidak mau kalah.

Contoh :
Seorang pemuda yang kaya raya berthawaf mengelilingi Ka’bah dengan bantuan beberapa pengawalnya agar dapat melakukan ibadah itu  dengan leluasa, tanpa desak-desakan.


Beberapa tahun kemudian, seorang ulama melihatnya sedang mengemis dipinggiran jembatan. Ditanya, “Apakah yang terjadi?” Pemuda itu menjawab, “Dahulu aku menyombongkan diri ditempat yang seharusnya orang merendahkan diri, dan kini aku dihinakan Allah ditempat orang banyak menyombongkan diri.”


Sifat sombong pemuda itu menimbulkan kegelisahan dalam dirinya, membuat dirinya malu terhadap apa yang disombongkan. Yang berhak sombong itu Allah Semata. Sifat-sifat buruk yang lain juga dapat membuat kegelisahan yang tidak berujung pada kehidupannya. Semua itu hanya mengganggu kehidupannya, kesombongannya memalukan dirinya sendiri.


Maka jauhilah sifat sombong, seandainya telah muncul sifat menyombongkan diri kita dalam suatu hal maka lekaslah beristighfar memohon ampunan serta perlindungan dari Allah dan kita juga perlu menyadari bahwa semua yang telah Allah ciptakan dan berikan baik itu kaya miskin, lapang sempit, turunan, fisik dan lain sebagainya merupakan variasi dalam hidup ini dan sebaik-baik dari kita di sisi Allah Swt. adalah orang yang paling bertakwa, bukan orang yang hartanya banyak, bukan orang yang pangkatnya tinggi dan bukan pula orang yang berwajah tampan dan cantik.

Semoga Allah Swt. memberikan kita kekuatan untuk menghilangkan sifat sombong dalam diri kita.

Mengutamakan Keselamatan Ibu


Kisah ini saya ambil dari ibu saya yang merawat ibunya (nenek saya). Sebelum nenek saya dipanggil Yang Maha Kuasa, ibu saya selalu merawatnya dengan hati yang tulus, tanpa mengeluh sedikitpun tentang rasa capeknya. Ibu saya tahu mungkin rasa capek itu tidak bisa membayar jasa semua pengorbanan beliau semasa merawat dan membesarkannya.

Ibu saya selalu mengutamakan merawat beliau yang pada saat itu terbaring kaku ditempat tidur. Mulai dari memberi makan, menyuapinya, memandikannya, sampai-sampai membersihkan kotorannya tanpa mempunyai rasa jorok atau risih sedikitpun. Membela-belakan untuk bangun pagi-pagi dan pulang larut malam untuk merawat dan menjaganya.


Pada waktu ketika, sakit nenek saya tambah parah dan harus dibawa kerumah sakit untuk penanganan medis. Dari situ perasaan anak sangat teriris dan terdapat rasa penyesalan. Yang dimana mungkin pada sebelum beliau sakit ibu saya belum memberikan yang terbaik. Sampai-sampai keluar ucapan yang mungkin tidak disadari atau keluar karena hati nurani seorang anak "Mak jangan tinggalin, kalo mak pergi saya juga ikut!!, kalo bisa diganti biar saya aja yang pergi" Ucapan itu yang selalu dikeluarkan ibu saya. Pada saat terakhir kalinya, ibu saya yang berhasil membimbingnya menunjukkan jalan menuju Allah. 

Kisah ini termasuk pertanggung jawaban anak yang sayang kepada ibunya yang mengabdikannya dengan merawat ibunya diwaktu sakit sampai ajal menjemput. Sudah menjadi kewajiban bagi anak untuk berbakti kepada orang tua. Dan banyak pula bagaimana cara anak mengabdikan dirinya untuk orang tua terutama ibu.

Memilih Jodoh


Memilih jodoh termasuk pandangan hidup seorang manusia untuk memperpanjang keturunan. Tetapi memilih jodoh adalah masalah paling sulit didalam hidup setiap insani, baik pria maupun wanita. Sebab, kesuksesan atau kegagalan mereka dalam berumah tangga juga dirasakan oleh anak, keluarga dan keturunannya.

Dalam kehidupan bermasyarakat, perkawinan dan pernikahan sangat diperlukan. Tujuannya adalah untuk meneruskan kehidupan umat manusia di bumi ini. Perkawinan merupakan fitrah bagi setiap makhluk Allah SWT dan menjadi asas bagi melanjutkan bahtera kehidupan. Dalam kehidupan bermasyarakat, sering kali kita dengar ungkapan; jodoh pertemuan, ajal maut di tangan Tuhan. Pendapat ini baik karena ia dapat mendidik manusia dengan sifat qana'ah (bersyukur dengan apa yang ada) tetapi, wujud pula manusia yang terlalu cepat menyerah kepada takdir, tanpa sebarang usaha.


Dengan pasangan hidup hasil dari pilihannya, seseorang akan memperoleh kebahagiaan seperti apa yang dicita-citakannya ataupun kesengsaraan yang tidak pernah diinginkan. Memilih jodoh ini bukan hanya untuk sementara, tetapi untuk selamanya. Maka dari itu pandangan hidup ini menjadi cita-cita yang diinginkan. Terasa bagai surga dunia, bagi mendapatkan pasangan hidup yang sempurna. Keluarga pun menjadi keluarga yang sempurna keluarga yang selalu diidam-idamkan oleh setiap pasangan baru.

Setiap kali kita berbicara tentang keluarga bahagia, selalu mengkaitkan dengan istilah sakinah, mawadah, wa rahmah. Tiga kata yang acap diringkas dengan sebutan Keluarga Sakinah. Sebenarnya apa makna sakinah, mawadah dan rahmah? Bagaimana pula ciri keluarga yang dikatakan sakinah?



Sebagaimana diketahui, kata sakinah, mawadah dan rahmah itu diambil dari firman Tuhan:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri (pasangan) dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram (sakinah) kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih (mawadah) dan sayang (rahmah). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (Ar Rum : 21).

Keluarga sakinah berarti keluarga yang semua anggotanya merasakan ketenangan, kedamaian, keamanan, ketenteraman, perlindungan, kebahagiaan, keberkahan, dan penghargaan. Mawaddah adalah jenis cinta membara, perasaan cinta dan kasih sayang yang menggebu kepada pasangan jenisnya. Rahmah merupakan jenis cinta dan kasih sayang yang lembut, terpancar dari kedalaman hati yang tulus, siap berkorban, siap melindungi yang dicintai, tanpa pamrih “sebab”.

Tentang Keadilan Dan Contohnya


Seorang arif dan bijak berpendapat: “Sesungguhnya keadilan adalah timbangan Allah yang diletakkan bagi manusia dan ditegakkan untuk maksud mencapai kebenaran. Karena itu, janganlah menentang Allah dalam timbangan-Nya dan kekuasaan-Nya, serta perkuatlah pengamalan keadilan dengan dua perkara:

1.    Tamak dan rakus seminimal mungkin dan

2.   Wara’ sebanyak-banyaknya. ( Penjelasan: Wara’ artinya patuh dan taat kepada Allah, menjauhi dosa dan segala apa yang syubhat )

Contoh, Mengadili seorang Badui:

Seorang badui yang dituduh melakukan kejahatan kehadapan kemuka pengadilan. Saat menghadap hakim, dia menyodorkan sebuah buku catatan berisi riwayat hidupnya sambil berkata 

“Ambillah, bacalah kitabku ini”

Sang hakim lalu berkata, “Itu adalah yang akan diucapkan kelak pada hari kiamat.”

Badui tersebut lalu berkata, “Demi Allah pengadilan ini lebih buruk dari hari kiamat. Pada hari kiamat disodorkan kebaikan dan keburukan seseorang, tetapi Anda sekarang ini hanya mengemukakan keburukan saya dan mengabaikan kebaikan-kebaikan saya.”

Contoh diatas hampir sama dengan yang dialami pengadilan didunia, yang belum menegakkan keadilan.



Terkadang didunia belum tentu mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya, masih banyak sekali keadilan yang melenceng dari norma hukum yang ada. Manusia yang berlaku adil pun masih sedikit, banyak pertimbangan yang dipikirkan dalam memberikan keadilan. Banyak penjahat kecil yang dihukum sangat berat dan penjahat besar hanya mendapatkan hukuman yang ringan.

Kemelaratan


Abdullah bin Jafar menunggang kuda bersama pengawalnya. Ditengah jalan ia dicegat oleh seorang Badui dengan memegangi tali kendali kudanya, seraya berkata, “Wahai Amir, demi Allah, aku mohon agar Anda memenggal leherku”. Amir bertanya, “Apakah kamu orang gila?”
Orang Badui itu menjawab, “Tidak, aku punya musuh yang jaha, dan aku tidak mampu melawannya.”

Amir bertanya, “Siapa musuhmu itu?”

Badui itu menjawab, “Kemelaratan”.



Mendengar penuturan orang Badui itu, Amir Abdullah menoleh kepada pengawalnya dan berkata, “Berikan kepadanya seribu dinar”, lalu Amir berkata kepada Badui itu, “Ambillah. Kami selalu bertanggung jawab (atas nasibmu). Kalau musuhmu datang kembali, datanglah engkau kepada kami. Kami akan menolongmu.”

Orang itu menjawab, “Semoga Allah memanjangkan umur Anda. Apa yang Anda berikan ini dari kedermawanan Anda sudah cukup untuk mengalahkan musuhku untuk sisa umurku.”

Penderitaan itu bisa menimpa siapa saja dan penderita itu bisa berbuat nekat, mulai dari mencuri untuk memenuhi kebutuhannya atau mengakhiri hidupnya untuk menyelesaikan semua permasalahannya. Dan kita kaum yang mempunyai sesuatu rezeki yang lebih wajib untuk membantunya, menyisihkan sebagian rezeki kita untuk membebaskan kaum yang lemah dari garis kemelaratan atau untuk sekarang ini bisa menciptakan lapangan pekerjaan agar tidak ada lagi garis kemelaratan yang menjadikan rakyat miskin berbuat kriminal.

Alam, Keindahan Lahir Dan Batin


Kalau untuk bicara keindahan tidak akan ada habisnya, terutama keindahan alam. Allah menciptakan keindahan ini begitu luas tanpa membayarnya. Kita hanya bisa mensyukuri dan menikmati keindahan tersebut. Dengan lautnya yang biru, langitnya yang luas, pegunungan yang ada dimana-mana membuat semuanya sejuk. Pepohonan yang rindang menambah suasana hati menjadi tenang.


Dari keindahan alam tersebut kita juga meluapkan emosi kita dengan melakukan kerajinan tangan seperti seni lukis. Yang keindahannya pun tidak kalah indah. Alam yang kita duduki sekarang bisa jadi kalah indah dengan alam yang akan kita jalani setelah mati nanti. Dengan surga Allah akan mengalahkan semua bentuk keindahan.

Hendaklah keindahan lahiriah yang mempesona diikuti usaha memperindah batin yaitu dengan beribadah, berdzikir, melakukan pengawasan diri (muraqabah), ikhlas tawakal dan membenarkan segala sesuatu yang datang dari Allah ‘Azza wa jalla.

Dengan demikian, terciptalah paduan keindahan lahiriah dan kesucian batin serta cahaya diatas cahaya. Banyak bersyukur atas apa yang telah Allah kasih terhadap keindahan alamnya, dengan rasa syukur itu kita dapat merasakan indahnya alam surga seperti apa yang Allah janjikan.

Demi Allah SWT, ia adalah negeri yang berkilau kemilau dan berbau semerbak dengan sungai yang terus mengalir dan buah-buahan bersusun hijau serta istri-istri nan cantik jelita. Disana ada pohon sidir yang tidak berduri, buah pisang yang bersusun-susun, pohon rindang membentang dan air yang tertuangkan.

Disana mereka makan dan bersenang-senang, tidak pernah buang air, hanya mengeluarkan bau kesturi, disana mereka tertawa dan tidak pernah menagis, disana mereka menetap dan tidak pernah berpindah, disana mereka hidup dan tidak pernah mati. Disana terdapat kesenangan abadi, segala sesuatu yang indah dan merekapun melihat wajah Allah SWT Yang Maha Mulia lagi Maha Pemberi.

Disanalah wahai hamba Allah SWT terdapat sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga dan tidak pernah terbentik dalam hati manusia. Inilah gambaran tentang surga yang indahnya mengalahkan segalanya.

Cinta Kasih Yang Sederhana Yaitu Keluarga




Menurut saya umumnya sifat manusia terhadap cinta kasih lebih cerah dari pada matahari, kedudukannya disisi mereka lebih segar dari pada air tawar, lebih tinggi dari pada langit, lebih manis dari pada madu dalam sarangnya dan lebih harum dari pada bunga mawar. Semua itu terasa pada saat cinta kasih tumbuh dan menjadi sebuah ikatan dan akan menjadi kenikmatan hidup.

Saya ambil contoh keluarga saya sendiri, saya mempunyai orang tua yang perhatiannya amat sangat kepada saya. Terutama ibu saya, beliau selalu memperhatikan saya dengan penuh kasih, keikhlasan perhatian itu yang membuat diri saya bersemangat. Ayah saya, beliau juga orang yang tangguh, kepemimpinannya dalam keluarga membuat saya belajar cintanya beliau untuk keluarga sangat besar.

Begitu juga dengan kasih sayang saya terhadap kedua orang tua, sangat besar. Dari situ kebahagiaan tumbuh, menjadi sebuah kesempurnaan hidup. Cinta kasih itu penting, bukan hanya kepada kedua orang tua, orang lain tetapi yang paling utama adalah cinta kasih terhadap Allah SWT.

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar pribadi, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan pribadi dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat.

Keluarga harmonis merupakan keluarga yang penuh dengan ketenangan, ketentraman, kasih sayang, keturunan dan kelangsungan generasi masyarakat, belas-kasih dan pengorbanan, saling melengkapi dan menyempurnakan, serta saling membantu dan bekerja sama. Keluarga yang harmonis atau keluarga bahagia adalah apabila kedua pasangan tersebut saling menghormati, saling menerima, saling menghargai, saling mempercayai, dan saling mencintai.