INSIGHT
BERPACU DENGAN TEKNOLOGI TINGGI
Kemajuan teknologi memang sungguh luar biasa. Kehidupan sehari-hari manusia amat sangat dimanjakan berkat teknologi. Cukup dengan sentuhan lembut saja anda sudah bisa ‘mengubah dunia’.
Agaknya, kata-kata itu bukan lagi sekedar bualan atau isapan jempol. Tapi awas, jangan sampai diperbudak teknologi. Gawat, bisa hancur dunia.
Melihat besarnya alokasi dana yang dimiliki Negara-negara maju maupun dunia usaha dalam mengembangkan teknologi, Indonesia pantas iri.
Biarlah kemajuan teknologi ini bersemi dan berkembang semata-mata demi kemaslahatan hidup manusia. Kalau tidak, manusia juga yang akan menanggung resikonya. Sebuah beban yang harus dibayar dengan sangat mahal. Mungkin dampaknya tidak langsung kita rasakan sekarang .Tapi keturunan kita yang akan terkena getahnya.
Masih segar dalam ingatan ketika reactor nuklir Chernobyl meledak pada 26 April 1986. Ledakan di reactor nomor empat itu langsung menewaskan 30 orang. Insiden tersebut langsung menimbulkan kebakaran hebat yang berlangsung selama 10 hari dan mengkontaminasi sekitar 142.000 kilometer persegi di utara Ukraina, selatan Belarusia dan wilayah Bryansk di Rusia. Itulah tregedi nuklir paling buruk didunia.
Sejak itu kerawanan teknologi pembangkit listrik tenaga nuklir terus dipersoalkan. Pro dan kontra yang hingga kini belum berujung. Namun pelan tapi pasti, teknologi alternative yang jauh lebih aman dan ramah pada manusia dan lingkungan terus dikembangkan.
Karena itu, Sekarang kita bisa melihat sejumlah Negara-negara industri maju dengan bangganya menggunakan teknologi pembangkit bertenaga angin dan mengkampanyekan pemakaiannya kepada Negara-negara berkembang.
Sudah jelas, pengembangan teknologi tidak mungkin dihentikan. Masalahnya, bila kita bicara dalam lingkup Negara, apakah pemerintahnya Memiliki cukup dana untuk membiayai kegiatan riset pusat-pusat penelitian yang berstatus ‘pelat merah’ agar unggul dibidang teknologi.
Bagi sebagian besar Negara, terutama Negara-negara berkembang, teknologi umumnya masih dipandang sebagai bentuk kemewahan. Mereka masih dihadapkan pada banyak masalah yang perlu dipecahkan dengan dukungan dana tak kecil. Namun, tidak sedikit pula negara-negara yang tergolong masih berkembang, dengan alasan keamanan, mengusung proyek mercu suar dibidang militer.
Ketersediaan dana memang salah satu factor kunci penguasaan dibidang teknologi, selain SDM yang andal. Melihat besarnya alokasi dana yang dimiliki negara-negara maju maupun dunia usaha dalam mengembangkan teknologi, Indonesia pantas iri.
Betapa tidak? Jerman, misalnya. Negara ini tengah mengembangkan teknologi bahan bakar teknologi alternatife untuk jangka Waktu 10 tahun dengan kebutuhan dana sedikitnya US$605 juta. “teknologi ini perlu untuk mendorong Eropa. Kami memerlukan insentif baru yang tidak Bergantung lagi pada tanah”, tegas Menteri Transportasi Jerman Wolfgang Tiefense saat mengumumkan komitmen negaranya untuk memulai proyek ambisius itu.
Untuk proyek sejenis, AS lebih ‘gila’ lagi. Negeri Paman Sam mengalokasikan dan tidak kurang dari US$2 milliar untuk mempercepat riset dalam penggunaan teknologi batu bara yang bersih sebagai pembangkit listrik dalam satu decade mendatang. Itu belum termasuk dana sebesar US$281 juta untuk pengembangan teknologi batu bara tersebut.
Masih dibumi AS, ada pula program sebesar US$54 juta yang di namakan Futuregen Initiative. Ini merupakan program kemitraan pemerintah dan sector swasta untuk mengembangkan teknologi inovatif bagi pembangkit bertenaga batu bara bebas emisi yang mampu menangkap karbondioksida yang diproduksinya, sekaligus menyimpannya dalam bentuk geologis yang dalam.
Kapan Indonesia bisa begitu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar