Al-Wallid bin Abdul Malik (Khalifah Bani Umayyah) masuk kemasjid melihat seorang laki-laki tua renta dengan punggungnya yang membungkuk.
Al-Waliid bertanya kepada kakek tua itu dengan nada bergurau, “Wahai Syekh, apakah anda tidak memilih wafat saja?”
Orang itu menjawab, “Tidak, wahai Amirul mukminin. Masa kepemudaanku dan segala kejahatannya telah berlalu, dan sekarang tiba masa ketuaan dengan segala kebaikannya. Sekarang ini, jika aku berdiri, aku mengucapkan tahmid kepada Allah, dan kalau aku duduk aku selalu berdzikir. Aku ingin kedua tingkah lakuku itu langgeng.”
Kakek tersebut mempunyai harapan ingin tetap hidup dimasa tuanya yang penuh dengan kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara bertahmid dan berdzikir. Kakek tersebut ingin menghabiskan masa tuanya dengan kebaikan yang tersisa, bukan keburukan semasa mudanya.
Keutamaan zikir tidak diragukan lagi banyaknya. Ia merupakan salah satu sarana penghubung antara hamba dengan Rabb-Nya. Selama hamba masih berzikir berarti ia mengingat Allah sehingga itu menjadi sarana yang mendekatkan dirinya kepada Allah. Jika demikian kondisinya, maka Allah akan mencintainya, mengampuni dosanya, dan memberikan pahala yang besar kepadanya. Salah satu macam zikir yang banyak disebutkan fadhilah dan keutamaannya adalah zikir yang berisi Tasbih dan tahmid. Maka selayaknya kita mengetahui macam-maca zikir ini, lalu menghafalkannya, dan menzikirkannya serta mengamalkan tuntutan-tuntutannya. Wallahu Ta'ala A'lam.
Sebagai orang beriman, kita diharapkan untuk meningkatkan kebaikan kita. Namun bukan kebaikan yang semu, melainkan kebaikan yang sejati. Artinya, orang beriman itu tidak bermain sandiwara dalam hidupnya. Orang beriman mesti menampilkan diri apa adanya. Dengan demikian, ia menemukan damai dan sukacita dalam hidup ini.